Hai! Pandemi membuat kita menjadi semi-nganggur di rumah, udahlah semi nganggur, bokek pula, yakan? Walaupun bokek, tapi tetep aja ada keinginan untuk belanja :(
Pandemi ini mengubah gue in a way i would never imagined before. Dulu gue adalah orang yang sangat muka-sentris, makeup mencreng, softlens badai, lipstick siaap, namun gue gembel banget masalah di perbajuan. Gue tipe orang yang bodo amat soal baju, menurut gue baju adalah hal yang sangat luput dari perhatian gue, menurut gue face is all that matters, tapi pas gue liat foto-foto gue, hmmm... kok baju gue keliatan ibu-ibu banget ya? :))
Setelah menganalisa foto-foto gue dengan baju yang menurut gue ‘tua’, gue mengambil kesimpulan:
1. Jangan pakai baju yang terlalu panjang. Ternyata, baju yang keliatan tua itu adalah baju yang panjangnya setengah paha. Coba deh perhatiin, anak muda pakenya ya baju-baju biasa aja, sweater biasa, kemeja biasa, kaos + hoodie biasa, ya baju yang... bukan baju ibu-ibu.
Kalau kata nyokap sih karus nutupin bagian depan dan pantat, tapi ya itu kan kata nyokap, kalo kata gue sih yang penting sopan-sopan aja sih.
Walaupun nanti pake baju yang lebih pendek, tapi jangan pake yang ketat.
2. Jilbab mengandung image. Udah bukan rahasia lagi kalau tiap gaya jilbab ada imagenya
Dan ini bener lho, coba deh liat, tiap golongan punya gaya hijab sendiri. Dan selama ini gaya hijab yang gue pake adalah gaya hijab yang panjang banget sampe ke perut, bukan gaya hijab anak kuliahan apalagi anak tuyul.
Yang gue pahami di sini tuh, image jilbab panjang identik sama image orang yang sudah mencapai enlightment gitu lho, dan biasanya yang mencapai enlightment itu orang-orang yang fokus di rumah, atau orang yang udah rada berumur, yang pasti bukan orang yang aktif dan dinamis hang out. Oke sih ini mungkin terlalu satu sisi ya nilainya, tapi gue sih ngeliatnya kaya gitu, hahaha.
Namun ada yang ngga gue ceritain ke kalian, dulu gue pake jilbab yang panjang banget itu untuk nutupin ukuran payudara. Dari SMP, gue suka jadi sasaran objek pelecehan verbal, gue selalu dikatain B1g B00bs ketika melewati segerombolan cowo-cowo, maka dari itu gue menyembunyikan itu dengan jilbab.
Memang nyaman banget jadinya, menyembunyikan apa yang suka dilecehin orang-orang. Tapi akhirnya gue nemuin jawaban:
Kenapa gue harus berkompromi ya atas pelecehan mereka?
Kenapa harus gue yang capek-capek cari gaya hijab biar ga dikatain orang?
Kenapa harus gue yang mengorbankan keinginan eksplorasi?
Dari situlah gue mencoba untuk memprioritaskan rasa penasaran gue terhadap hijab. Dari dulu gue pake hijab gayanya cuma itu-itu aja, sekarang gue mau bodo amat kata orang dan gue mau pakai gaya yang gue mau.
Kadang gue khawatir kalau pakai jilbab yang rada pendek dikatain jilboobs, tapi sebenernya, untuk orang yang dari dulu dibully karena ukuran payudara, gue pengen take my confidence back. Gue pingin own it, dan dengan pakai jilbab yang lebih bervariasi selain variasi panjang, ternyata itu ngaruh banget buat kepercayaan diri gue. Orang yang ngga mengalami ngga akan ngerti rasanya terbebas dari belenggu pelecehan yang gue alami, tapi balik lagi: gue pingin mengutamakan diri sendiri dalam kenyamanan berpakaian.
Lagipula, model di katalog hijab juga jilbabnya pendek-pendek kok, kenapa mereka ga dikatain jilboobs?
Ya karena dadanya rata.
Terus, emang siapa sih yang minta punya dada yang besar?
Walaupun gaya hijabnya sama, namun perlakuan orang ke yang dadanya rata dan yang dadanya menonjol itu berbeda. Yang satu dianggap wajar, yang satu dianggap seronok. Jadi yang salah itu mata orang atau badan kita? Kalau yang salah adalah mulut dan mata orang, kenapa kita ya yang disuruh kompromi? Kenapa ga orang itu aja yang gue katain balik?
Seberapa tertutupnya kita, masih ada Gilang Bungkus yang fetishnya orang dijarik, masih banyak Facebook Group yang fetishnya orang-orang bercadar, masih ada bokep genre hijab. Ternyata orang emang bisa sexualized apapun kalau basicnya memang animalistic. Terus yang salah siapa, cewenya?
“Emangnya ga malu?”
Kenapa gue harus malu sama badan sendiri?
Sampai kapan gue harus merasa malu di bawah kebrengsekan mulut orang lain?
Orang lain yang ga sopan, kenapa gue yang harus malu?
“You should take care of yourself”
Dude i am. Gue pake baju masih sopan dan sesuai occasion. Gue pingin menjaga diri sendiri dengan membuat diri sendiri bahagia dan ngga membiarkan siapapun berkomentar jelek soal diri sendiri sih.
Ternyata emang bener, yang namanya mindset itu bisa membuat orang lebih percaya diri. AND I NEED THIS. Sekali lagi: orang yang ga mengalami pelecehan verbal mungkin ngga akan relate dan merasa gue berlebihan. Tapi biar kalian tau, yang namanya bangkitin percaya diri itu susahnya minta ampun.
Sehingga, i wanna take care of myself dengan memakai gaya hijab yang menurut gue bagus dan keren, gue pingin eksplorasi hijab, gue pingin kayak selebgram hijab yang pede dan chic banget, i want to find my own style.
Ternyata beneran ngaruh lho!
Sejak gue otak atik jilbab dan membuat diri lebih likable bagi diri sendiri, gue jadi sering selfie. Dulu tuh malu banget karena i don’t feel pretty sekalipun gue lagi pakai baju yang oke.
3. Dengerin kata temen-temen sebaya
Kalau mau berpakaian kayak orang seumuran, ya dengerinnya orang yang seumuran, nyonteknya sama selebgram yang seumuran dan sesuai sama style kita.
Gue sering banget nanya temen gue yang melek fashion untuk milihin warna jilbab, warna jeans, jenis jeans, dan lainnya. Untuk beginner kaya gue, penting banget lho untuk punya input. Selama ini gue cuma liat baju nyokap, baju tante, dan baju nenek. Gue ga punya kakak perempuan atau adik perempuan. Jadi selera fashion gue adalah selera fashion keluarga.
Namun gue kan udah ga muda lagi, jadinya gue mau memanfaatkan kemudaan gue untuk pakai baju yang sesuai umur, yang kalau OOTD gue merasa i’m chic enough. Gue mau pake baju yang menurut GUE keren.
Selain bertanya, jangan lupa kepoin selebgram fashion dan contek highlight Shopeenya, soalnya mereka biasanya beli di tempat murah-murah tapi keren dan up to date.
4. OWN IT
“Moon Gang Tae belongs to Moon Gang Tae”
Dirimu hanya satu, perlakukanlah sebagaimana kamu senang dan happy sama diri sendiri. Pandemi gini bikin orang stress terutama orang yang usianya produktif karena lagi meniti karir tapi distop sama pandemi :(
Make youself sane dengan cara? Merasa keren.
Gue belum sampai ke tahap kak Ges yang pakai anting lucu-lucu bentuk ikan, atau kak Icha yang pakai jilbab warna ngejreng, atau Mba Windi dengan killer heels dan tas-tasnya, but i’m definitely on my way to find my own preferences.
Stop judge gaya berpakaian orang lain, “Kenapa sih itu hijabers pake kacamata disangkutin ke kepala?”, “Ngapain sih pake anting?”, “Kenapa juga hijaban tapi pakai topi?” “Kok pake celana sih?”, “Turban apaan sih?"
STOP.
Karena ucapan kayak gitu jadi bikin orang males dalam berhijab, dikira berhijab itu kaku dan ngga enjoyable, jadinya merasa sesak dan opressed, padahal orang kan ngga hanya dinilai dari visualnya aja, dan tiap orang punya proses sendiri-sendiri. Kalau bicara dosa berpakaian, dosa menghakimi orang juga ada lho, dosa ngomongin orang sekalipun dalam hati juga keitung lho.
Orang kadang emang suka lupa sama dosa sendiri, merasa dengan berpakaian ideal maka dosa-dosanya yang lain otomatis hilang.
***
Inti dari semuanya sih, i want to make myself more likeable to me.
Katanya, self love itu penting untuk kesehatan mental, dan ternyata iya mereka bener. Sejak gue beli pakaian baru dan style yang gue suka, it felt like “yeaay finally i’m wearing something i like”.
Gue uda berani mirror OOTD selfie (sebelumnya ngga berani karena ga pede), udah selfie banyak di hape (sebelumnya gue merasa i’m not good enough dan muka gue penuh-penuhin memori aja).
Cakep banget Kakak :3
BalasHapusMakasih yaa...
HapusAlways be your own kind of beautiful!
BalasHapus