Gue uda tulis banyak banget artikel tentang mencari pasangan hidup dari pilih yang pinter atau yang cakep, takut ketemu mantan, hubungan custom-made, gak semua orang mau berubah.
Tapi hari ini gue ga mau bahas tentang kecocokan pasangan, gue mau bahas tentang gimana kita memposisikan diri di depan calon pasangan resmi.
Misalkan kalian mau nikah dan mau "serius", banyak yang mengira obrolan serius itu hanya sebatas yuk nikah, kapan ngomong sama nyokap, acara kayak apa dan segala macem.
Padahal yang dimaksud serius, artinya lu udah harus berani terbuka sebuka-bukanya tentang diri lu.
Itu adalah gambling mau lanjutin apa nggak.
Terbuka soal prinsip, soal mau kerja ato ngga, males ngga kalo tinggal sama mertua, males masak nggak, dukung LGBT gak, hal yang ga bisa ditolerir apa aja dan hal-hal mendasar lainnya.
Karena men, ngga semua yang serius mau ngomongin ini, alasannya?
"Ya ntar juga belajar nerima"
"Ah bukan masalah besar, yang penting saling mencintai"
"Ah, cewe gua mah ntar ikut prinsip gua aja/gua nanti ikut apapun keputusan suami gua aja"
Minimal kalo emang mau jadi 'makmum total' harus setuju dan PAHAM sama isi kepala calon suami, emang situ mau 'ngikut keputusan' orang yang bahkan ga lu setujui pemikirannya?
Garis besarnya gini:
1. Pilih orang yang sesuai dengan kebutuhan kita.
2. Pilih orang dengan ideologi sama.
3. Ngobrol panjang duluuuuu, mulai dari pengasuhan anak, boleh berkarir atau nggak, peran gender, peran rumah tangga, tinggal di rumah siapa, keuangan gimana, mau KPR atau sewa, segala macemnya lah.
"Kuserahkan nasibku padamu"
"Ku ikuti jejakmu, kemana kau membawaku pergi"
"Tanpa kau, aku tidak lengkap"
"Ngikut aja..."
Ya, romantis ya.
Sebenernya guenya aja kali ya yang emang over-thinking... tapi....
.... menurut gue, ini sedikit kontradiktif sih bagi orang-orang yang teriak-teriak kesetaraan, feminisme, tapi pas mau nikah jadi kayak wow luluh lantah kuserahkan nasibku qalbuku masa depanku apalah aku cuma tulang rusuk yang mudah patah mudah bengkok harus diluruskan.
Ya, sah dan wajar banget sih mikir gitu. Karena budaya kita kan begitu, istri adalah makmum, terserah mau dibawa kemana.
Istri fitrahnya bengkok, makanya butuh suami untuk meluruskan.
Ketika istri berhasil, itu karena suami mengizinkan.
Ketika istri di rumah (padahal dia sukanya kerja), dinikmat-nikmatin aja demi ngebuat pasangan bahagia.
Tanpa suami? Kamu perawan tua, kamu bengkok selamanya, kamu 'gak lengkap'.
Seakan-akan kamu selamanya akan butuh laki-laki untuk 'ngebenerin' kamu.
Selamanya kamu akan dianggap cacat/aib/bengkok kalo ga nikah.
Seakan-akan udah diset bahwa kebahagiaan istri itu hanya karena: 1. Suami.
Oh iya emang bener, tapi secara gak langsung lu emang sengaja memposisikan dirimu di bawah. Lu sengaja menomorsekiankan kebahagiaan lu dengan harapan pihak lain membahagiakan lu.
Walaupun gue juga tau, nggak semua cewek (apalagi lanang) menganut paham kesetaraan dalam rumah tangga.
Karena dengan mengorbankan semua demi suami, mengorbankan hal yang sebenernya kita suka, mengorbankan mau jadi apa, mengorbankan studi, mungkin akan membuat kita menjustifikasikan pilihan 'berserah' itu.
3 taun masih tahan, tapi setelahnya? "Aku berkorban demi kebahagiaan suamiku dengan menjadi IRT, tapi yang memenuhi kebahagiaanku siapa kalau yang aku mau sebenernya meniti karir?"
Padahal, keduanya harus saling membahagiakan.
Dan membahagiakan ngga selalu perlu pengorbanan.
Kayak yang tadi gue bilang loh: kalo lu sendiri menomorsekiankan kebahagiaan lu, jangan harap orang lain akan menomorsatukan. Jangan gambling, jangan taruhan.
Karena banyak juga suami yang setelah nikah pun masih menomorsatukan keluarga kandungnya, setelah punya anak? Menomorsatukan anak. You'll never be number one.
Nah, kan ga lantas dia prioritasin elu juga hanya karena lu prioritasin kebahagiaan dia.
Kalo emang lu memprioritaskan atas dasar itung-itungan, ya pasti bakal kecewa lah. Makanya ngga sedikit yang ngga suka sama mertua bahkan sama anak sendiri, hanya karena dirinya selalu ngerasa dinomor-sekianin.
Lalu karena ngga bisa menyuarakan kecemburuan sosial itu ke suami (karena takut dianggep membangkang), maka cara melampiaskannya adalah.... dengan nyinyirin istri orang yang dibebasin suaminya.
"Ih dia pergi-pergi mulu, gak berkah"
"Ih dia kerja terus, kasian suami ga keurus"
"Alhamdulillah ya buuun, masih dikasih kenikmatan di dalem rumaah, kasian yaaa yang butuh dunia luar untuk bahagia hihi"
Ye salah sendiri dari awal nempatin diri "bengkok", salah sendiri dari awal sok-sok inferior manut.
"Pacarku emang dominan banget sih, mungkin bisa berubah", eits belum tentu, karena watak orang ngga bisa berubah. Maka dari itu ngobrol itu bisa meminimalisir banget. Terlihat ga bisa kompromi? Cut.
FYI, banyak banget loh cowok yang ngebebasin istrinya, banyaaaaaak. Derajat kebebasannya pun beragam, ada yang dibolehin pendidikan ke luar kota sampe sebulan full, dibolehin punya rumah masing-masing, ada yang ngebolehin punya pasangan baru malahan. Intinya, yang ekstrim aja banyak yang bolehin kok, apalagi yang ringan-ringan.
Kelemahan emang berbuah kelemahan lain.
Sok berkorban bisa jadi ngebuat lu jadi korban beneran.
Makanya, first thing first thing first thing first sebelum mau dipinang orang lain!
1. Tau cara membahagiakan diri sendiri, jadi ga usah bahagia karena berkorban, karena nanti bisa capek sendiri.
2. Ngga sok-sok bengkok, tidak lengkap secara mental sehingga butuh hero dan bimbingan total.
3. Punya prinsip sendiri TANPA terpengaruh calon. Jadi dibanding 'ngikut', lebih ke 'jalan bareng'.
Memang, suami sebagai kepala rumah tangga butuh membimbing. Tapi bukan otomatis lu 'bengkok'.
Coba, emang lu yakin lu bengkok?
Jangan-jangan suaminya yang bengkok?
Jangan-jangan kalian berdua lurus-lurus aja?
Eh bentar, emang nikah itu esensinya apa sih? Ada yang berpendapat melengkapi, menemani, buat banyak keturunan, membimbing, apapun itu definisinya ga selalu "meluruskan".
"Lurus" sendiri emang artinya apa? Yakin elu udah lurus? Yakin lu malah ga bawa anak orang ke 'lurus' yang sebenernya melenceng?
Yakin mau istri yang manut-manut aja walaupun jalan 'lurus' yang lu ambil itu ternyata salah?
Jangan dong, makanya peran istri buat gua bukan cuman manut doang. Tapi kasih input, kritik, saran, masukan.
Ada juga yang sudah merasa lengkap, lurus kok saat udah single, makanya ia cari pasangan bukan untuk lurus-meluruskan, tapi untuk jadi temen hidup aja.
"Teman hidup"
Mendampingi, mendengarkan, bantu kasih pendapat, nyelesein masalah..
Jadi, kadang kita butuh jalan sama-sama berdampingan, cari solusi sama-sama, membimbing yang harus dibimbing. Meluruskan yang harus diluruskan, dan itu ga hanya 1 gender tertentu.
Yok kita hilangkan superioritas demi keseimbangan dalam hubungan. Stop merasa inferior dari awal.
Kalian kannnn mulai sama-sama, makanya jalannya harus sama-sama. Ga ada yang merasa lebih, ga ada yang merasa kurang.
Kalo kurang mah diup-size aja, paling nambah Rp. 6000.
haha nambah 6000 :p aku jadi inget kalo mau beli tea diminta upgrade size :D
BalasHapusPost-postnya Nahla adalah aku banget semua tapi ga berani nulis dan ga berani nyampaikan haha
BalasHapusini bergizi banget bahasannya Mbak Nahla,
BalasHapusBicarakan/Komunikasikan ke pasangan, apa yg menjadi kebahagiaan kita, bukan jadi sok merasa bengkok, hhheee
TFS ya Mbak Nahla, bisa buat pencerahan aku melangkah selanjutnya hihiii
tfs nahla, luv
BalasHapusHmm, aku ga tahu tapi kayaknya ini aku bgt, jgn biarkan dirimu bengkok. Mungkin untuk sebagian orang aku dianggap membangkang yaa, soal serumah sama mertua terutama,hhiii sungguh sensitif sekali hehe
BalasHapusSetuju mbak, saya juga dari awal pdkt sama suami udah terus terang ngomong ga mau serumah sama mertua, serumah sama ortu juga ga mau ahahah..
BalasHapusSaya juga ga suka sama istilah bengkok itu, kayaknya perempuan itu bodoh dan selalu salah
Ijin share ya mbak...
NAH INI.
BalasHapusIni yang dicekokin umik tiap kali bahas nikah nikah nikah nikah. Atau mereka berdua (umik-abi) lagi ada masalah wkwkwkw.
Bahwa rumah tangga itu kayak atap rumah bagian atas tuh, dari bawah kiri ke atas kanan dan bawah kanan ke atas kiri........harus bertemu di SATU TITIK. Karena kalo ngga ya bertabrakan lah.
Da apalah.
That's a good point of view!
BalasHapussaya setuju banget mba sama tulisannya. saya juga suka memiliki pertanyaan-pertanyaan yang mba lontarkan, soal kenapa wanita yang posisinya seolah dibawah saat berumah tangga, kayak diskriminasi gender wkwkwk.
saya juga setuju banget soal emang nikah itu esensinya apa haha, karena memang masih banyak yang seolah hanya dengan nikah baru bisa bahagia. padahal kita harus bahagia dengan diri sendiri dulu kan, dengan begitu ga perlu mencari2 kebahagiaan dari luar :)
HOHOHO. Indahnya membaca ini sebagai jomblo yang selalu dibombardir sama kata-kata nurut aja kalo sama suami nanti, atau jangan terlalu pilih-pilih, dan atau-atau lainnya yang pasti udah kebayang. Postnya sungguh bikin segar hati.
BalasHapusmasih ikhtiar dapat teman hidup yang sejalan. santay tida ngoyo, tapi ngarep dapet. :)
proud this articles,,
BalasHapusshare to open our mind,,
thanks a lot nahla
Haii dlm islamkan kan juga disebutin istrimu adalah partner hidipmu bukan pembantumu.udh jelas bgt ya lahh. Soal feminis, aku mengambil contoh siti khodijah aja, istri rasul. Seorang janda,pengusaha juga yaa kaya, wanita karir, banyak pria yg melamarnya tpi dia tolak dia memilih pria yg ingin doa nikahi sesuai dgn standarnya yaitu nabi mumahamad yg notabenya lebih muda, dia juga yg melamar. Kalau feminis amerika
BalasHapus..??? Ahh kebanyakan feminis sekarg itu gk bener bukan menuntut kesetaraan tpi cuman pengen hidup tanpa aturan, publik diamerika udh bnyk yg kurang simpati sama feminis krn udh menyimpang. Islam sudah lebih dulu mengajarkan keseteraan gender, dan warna kulit. Tpi rata-rata pda liat gimana perempuan du timur tengah dikekang,padahal yg ngekang itu bukan islam tpi budaya arabnya. Ingat islam dam arab itu beda.
Endingnya epic ya La. Up size xD
BalasHapusTul. Aku juga nggak ngerasa bengkok & minta dilurusin, tapi nyari partner hidup yang saling mengimbangi, saling melengkapi.