Ceritanya gue sudah metong, jiwa gue di angkat ke atas. Ngga cuma sampe melihat bumi, tapi menyaksikan alam semesta dengan nebula dan galaksinya.
Baca punya Kak Icha:
NGGGAKKK ini nggak lagi nyebarin paham sesat. Walau pernah mengalami mimpi berbau kosmik, nggak lantas gue be like "wah aku dapat wahyu" seperti mereka yang mengaku titisan Tuhan.
But i believe itu merupakan ... hm ... 'pengalaman' yang Tuhan berikan ke gue lewat mimpi? Karena pas bangun badan gue capek banget.
Huge time leap, sekarang gue mulai memahami sedikit 'pesan' apa yang mau disampaikan Tuhan ke gue. Bahwa manusia itu sangatlah kecil. Kecil namun penuh cerita. Siapa sangka wanita di sebelah kita saat naik lift baru keluar penjara saat itu juga. Siapa sangka pedagang tisu di pinggir jalan 2 tahun lalu merupakan pengusaha konstruksi senilai 4 milyar! Atau ibu-ibu misuh, aslinya di rumah ngga diperhatikan suami.
Maka, nggak bijak kalau gue melihat dunia hanya dari kaleidoskop gue. Hanya dari keilmuan gue. There's so much story yang ngga kita tau. Sudut pandang yang nggak tergapai kemoceng bernama pemahaman.
Melihat kondisi sekarang yang membara di timeline. Kita pikir ini 'heboh' padahal di bagian dunia lain ada yang lebih heboh. Nggak usahlah tentang huge massacre di Suriah yang sudah level nyawa. Tapi kebayang gak riuh timeline-nya orang Brazil menanggapi tayangan televisi berbau bokep misalkan.
Di sana tentu banyak orang yang memegang teguh moral. Pasti ada beberapa pro-contra (ALBUM DJAVAN YANG VIDAS PRA CONTAR BISA DIBELI DI ITUNES YA GENGS) entah dari kalangan orang tua, petinggi agama atau anak muda yang oke-oke aja dengan tayangan seperti itu.
Dan siapa tau ributnya sampai memecah belah keluarga, menghancurkan silaturahmi misalkan.
Setiap konflik pasti ada, apapun materinya. Itu adalah bagian dari interaksi sosial yang lumrah. Ada konflik? Ya nggak usah kaget.
Si A ternyata nggak sekubu sama kita? Ya leave the topic there aja. Jangan sampe kalian ketemu, duduk satu meja di rumah keluarga besar dan berantem membahas itu.
Jangan sampe hubungan kalian sebagai keluarga/sahabat jadi retak karena berbeda pendapat. Sayang banget, jadi keluarga udah seumur hidup, eh pecah karena 1 atau dua pendapat yang dirasa kurang cocok. Nggak worth it, loh.
Gue menghargai tiap hubungan baik yang gue jalin.
Karena gue ini manusia. Manusia yang kecil. Gue butuh orang, gue butuh masyarakat.
Coba, dari atas gedung aja kita nggak keliatan. Kita ini kecil. Jangan sampai karena buih-buih konflik - 1 di antara beribu konflik yang kita hadapi semasa hidup - kita jadi makin kecil.
Manusia itu kecil. Untuk bayar air aja kita butuh pihak bank yang tentu di manage sama orang, entah direct atau berupa coding.
Manusia itu kecil, kalau kita hanya hidup berdua dengan anak kita, tanpa teman atau tetangga karena mereka menjauhi kita, coba jawab: siapa yang akan gotong kita ketika kita pingsan?
Anak masih kecil, boro-boro ambulan deh, bisa jalan aja baru kemaren.
Ya, pada akhirnya pasti ada tetangga yang ngeh karena anak kita yang misalkan rewel teriak-teriak. Tapi kalau mereka membantu seadanya, nggak effort karena kita pernah tidak menghargai opini mereka, gimana?
"Aduh, si A pingsan. Yah, telpon ambulan deh. Eh googling dulu lah. Eh tapi bayarnya gimana ya? Ck ngerepotin orang aja. Makannya jangan sok, giliran tepar aja butuh gua."
Manusia itu udah kecillll, jangan dibikin kecil lagi. Jangan berkata seakan nggak butuh teman, kita butuh. Minimal hubungan baik.
Mungkin nggak butuh sekarang, tapi ketika kita sedang dagang? Kita butuh mereka untuk mendengarkan kita. Males ya, ketika mereka menganggap dagangan kita menarik tapi ogah beli karena kita suka gontok-gontokan sama mereka.
Nggak usah ke ranah dagang deh. Males ya, kalau kita buat artikel bagus-bagus tapi sudah dicap jelek tanpa mereka baca artikel kita dulu.
Kita ini kecil, makannya kita harus kompak.
Karena dengan kekompakan, kita bisa membuat peradaban yang lebih baik. Soekarno aja butuh Sayuti Melik.
Tapi Soekarno tidak hanya butuh Sayuti Melik, Bung Hatta atau siapapun nama heroik dibalik proklamasi.
Dia butuh masyarakat Indonesia yang melawan dengan bambu runcing. Dia butuh semangat masyarakat untuk bangkit. Ras, agama atau hal eksternal apapun nggak mereka hiraukan. "BODO AMAT, NEGARA GUA HARUS MERDEKA!" kata mereka.
Jadi, jangan sampe Soekarno mati sia-sia. Jangan sampai perjuangannya dimentahin lagi. Jangan sampe Pancasila, semboyan bhinneka tunggal ika, balik lagi menjadi (HANYA) sebuah "ide".
Manusia emang kecil, tapi satu manusia bisa menemukan teori gravitasi. Manusia memang satu, tapi satu manusia bisa membuat komposisi mahakarya dengan kondisi tuli.
Manusia memang kecil, namun ide dan pengaruhnya sangat besar. Kepintaran manusia dalam menghasut dapat membuat bhinneka hanya sebagai website, bukan semboyan.
Betapa manusia itu berbahaya, karena gagasan yang diamini bisa mengubah peradaban. 1 manusia bisa memimpin holocaust.
Manusia kecil tapi mengerikan.
So? Gak tau. So, udah tau bakal ada orang yang mengerikan, kita harus kompak berpegang dengan semboyan bhinneka tunggal ika. Kompak dengan konsep "agree to disagree" kalau lawan bicara ngga setuju sama kita. Kompak dengan konsep "dunia dalam damai".
That's why, gua bahagia jadi bagian dari peradaban. Menyaksikan manusia lain konser di Carneige Hall, menyaksikan manusia tertipu denga editan Photoshop murahan, menyaksikan negara adikuasa menjadikan seorang rasis sebagai pemimpin.
Oh, i'm so glad to be alive.
Setuju, Mbak. Yang penting negara kita damai.
BalasHapusDamai sumber dari kebahagiaan hihi
HapusKalau Pak Karno lihat Indonesia sekarang, beliau pasti sedih.
BalasHapusIya padahal gagasan pak karno sangat brilian
HapusCukup saya senyumin saja. :'D
BalasHapusIya.. sama diajarin masak hehe :p
HapusManusia memang kecil, tapi keangkuhannya bisa lebih gede dari gedung pencakar langit. (Padahal ane juga manusia)
BalasHapusDi satu sisi itu mengangumkan hehehehe
HapusNamanya juga manusia. :V
BalasHapusIni kalimat yg sering bgt aku ucapin
HapusSailormoon aja bisa kompak. Masa kita nggak. Iya nggak? Hehehehe
BalasHapusYesss
HapusManusia memang kecil, tapi aku nggak langsing
BalasHapusKadang orang ribut bukan pada esensi peristiwa tapi pada hal-hal yang tidak penting ya mba.Semuanya selalu pakai perasaan dulu.
BalasHapuskalau dr sisi psikologi, ada tipikal orang yang memang melihatnya area kecil...ada yang global. dalam memandang masalah jadinya gitu. enaknya emang yg think global...ya kayak kamu gitu. sebeanarnya kayak gitu kan bisa dilatih ya, bukan genetik yang plek jiplek sampai mati ga bisa diubah.
BalasHapusSetuju banget sama lo. Kita ini amat sangat kecil, ga ada gunanya sombong menganggap diri paling benar karena sudut pengamatan kita sangat terbatas sebagai manusia. 😞😞😞
BalasHapusWww.aisyabrillianti.com
makasih nahla ide tulisannya bagus, nyadarin aku kalo punya temen itu penting :)
BalasHapus