DUNIAAA ITUUUU.. Banyak banget orangnya #MENURUTNGANA?!
7 Milyar Manusia
7 milyar manusia, tidak ada satupun yang menjalani kehidupan yang sama. Semua berbeda, semua teracak dan tersebar di hamparan muka bumi ini. Betapa manusia adalah pemimpin bagi dirinya dan umatnya, sehingga bebas memilih jalan hidup, menghasilkan 7 milyar cerita yang berbeda. Ya, semua ada di tangan kita.
Nasib dan takdir Tuhan. Dua hal yang 'mencocok' hidung manusia. Tidak terlihat namun jalan itu sudah pasti. Kata orang sih, nasib bisa dipilih namun takdir tidak.
Kadang merasa bahwa benih manusia memiliki 'keadilan', bahwasannya semua merata sejak ditiupkannya ruh kedalam diri kita. Katanya, semua memiliki start point yang sama: dari 0.
Semua bermula dari 0, tidak ada yang langsung bisa jalan, tidak ada yang bisa hidup sendiri, tidak ada yang langsung bisa mengutuk nasib. Tapi apadaya, kenyataannya kita 'tidak benar-benar' dari 0. Kita semua awalnya hanya benih dalam pupuk, namun ada yang tumbuh di rumah kaca, ada yang tumbuh di tepian got.
Kita sama-sama benih yang butuh air, benih yang harus tumbuh. Namun ada yang diairi dengan jadwal tersendiri, ada yang diairi oleh cipratan roda angkot yang tak menentu. Padahal kita sama-sama mulai dari 0, namun kenapa kamu bisa terlahir di rumah Menteng sedangkan sebagian yang lain harus bertahan hidup dalam kantung kresek?
Apakah ini nasib ataukah takdir Tuhan? Apa ini takdir yang adil? Apa ini berkaitan dengan karma orang tua ataukah hanya sebagai 'menang lotre'?
Sebagian lain ada yang sudah ditentukan kedepan menjadi apa. Mempersiapkan diri duduk diatas sofa presdir menggantikan ayahnya, melanjutkan gedung-gedung proyek yang sudah turun temurun. Membuat sebuah kota, kawin dengan wanita bermartabat, menghasilkan beberapa anak untuk ditentukan nasibnya. Tentu semua diatas meja marmer, dibawah jaminan kekayaan.
Di belahan dunia yang lain, ada yang terlahir dengan paket hutang-piutang. All in. Sarapan dengan air tajin, setetes air susu ibu, tanpa seorang ayah. Ada yang memutuskan untuk bekerja serabutan, ada yang memutuskan untuk memperbaiki garis tangan keluarga, ada yang memutuskan untuk hidup mengenakan pin "miskin" dengan bangga. Kenapa bangga? Karena keadaan mereka selalu punya arti di hati masyarakat. Oportunis? Iya. Sehat? Belum tentu.
Lalu lihatlah pantulan dalam cermin. Lahir dengan kasih sayang orang tua. Bukan anak presdir, bukan anak pemulung. Lahir dengan beberapa batang alat teknologi, kunjungan makan ayam di restoran seminggu sekali, tidur dalam balutan selimut. Selimut yang walaupun bukan bulu domba, tapi cukup untuk membuat lelap tidur.
Apa ini adil? Tidak. Secara materi. Apa ini adil dalam hal spiritual? Iya, bisa jadi.
7 milyar manusia, 7 milyar kisah yang berbeda, namun kenapa ada singgungan yang terlalu naif kalau disebut sebagai sebuah "kebetulan"? Kenapa artis yang baru pertama kali menghisap ganja harus tertangkap basah? Padahal teman disebelahnya sudah bertahun-tahun mengonsumsi shabu.
Kenapa tukang AC bisa 'pulang' duluan sedangkan sang pemadam kebakaran bertahun-tahun hanya dihadiahkan sepetak luka bakar di punggungnya?
Kenapa ada yang namanya, katakanlah, jodoh?
Di waktu yang acak, mereka bertemu. Di waktu yang sudah ditentukan, mereka melahirkan bunga baru dalam kehidupan? Alangkah manisnya dimana jalan panjang pernikahan dimulai dari satu pertemuan acak. Sedangkan proyek yang sudah direncanakan matang-matang belum tentu dapat direalisasikan.
7 milyar manusia. Tidak ada satupun yang bisa melihat apa dibalik semua ini. Tidak ada yang bisa mengira 5 menit kedepan. Apa ini hal yang sial? Tidak. Karena kalau kita menguasai waktu, tidak ada yang harus diusahakan. Tidak ada yang harus dibawa ke rumah sakit kalau akhirnya akan sembuh, tidak ada yang harus dihapal kalau penonton ternyata tidak masalah jika kita membaca teks.
Tidak ada yang tahu kenapa ada yang terlahir dengan sendok perak dan jadwal pemotretan, ada yang terlahir hanya berbekal kedua tangan dan sebuah plasenta.
Bagi kelompok ini, kelompok itu hanya "Kurang usaha". Bagi kelompok itu, kelompok ini "Hoki karena lahir dengan nama belakang terkenal". Betapa kekinya ketika yang diterima sebuah instansi pemerintahan adalah dia yang berduit. Yang maju karirnya adalah yang memiliki koneksi. Sebaliknya, betapa kekinya ketika yang dibela adalah orang kecil, padahal bisa jadi yang benar adalah pihak satunya dengan mobil 2 pintu. Betapa menegur untuk antre merupakan suatu dosa besar kalau yang ditegur adalah ibu lusuh dengan jarik batik. Betapa lembutnya hati kita, sampai paku payung pun tidak berasa walaupun sudah membentuk barisan.
Bahagia karena cukup untuk membuat ruang berpakaian sendiri dengan jajaran tas seharga 1 proyek pembangunan sekolah. Tidak perlu memusingkan besok makan apa. Uang pensiun tidak usah dipikirkan karena villa di sana sudah terbeli. Tidak usah khawatir keturunan bodoh karena si bungsu kuliah di Oxford. Yang harus dikhawatirkan adalah bagaimana menjaga gel nail polish agar tidak terkopek.
Bahagia karena keluarga ingin mendengarkan cerita si ABG, uang SPP bulan ini sanggup terbayar, mendapat kelompok makalah karena biasanya ia selalu sendiri. Yang paling membahagiakan adalah ketika tidak ada yang mengerenyit ketika kita membacakan teks bahasa Inggris di depan kelas.
Pulang ditunggu seekor kucing. Belum tahu dimana dia 3 tahun lagi, karena yang menjadi rahasia ilahi selalu seru seperti membuka kotak sepatu yang baru dibeli.
Jadi, apa semua ini adil? Tidak. Setiaknya dari segi material, Namun itulah mata manusia, belum sanggup melihat sebuah makna mendalam dari 'penempatan' starting point. Bersyukurlah kita diberi 'pengelihatan' terbatas.
Lalu, bagaimana jika tidak adil? Membuat peluang. Memanfaatkan energi hidup. Menumbuhkan kelopak bunga pada tulang punggung, membanggakan generasi. Karena presdir tidak bisa meramal gejolak ekonomi suatu negara, sedangkan Bob Sadino mencari kesempatan dengan menjual makanan kecil ke ekspatriat.
Mata manusia memang ditutupi kabut masa sekarang, namun kita sendiri yang membuat peluang. Maka itu 7 milyar manusia, tidak ada yang sama. Masa depan hanya perpanjangan tangan dari apa yang kita pilih sekarang. Terimakasih Tuhan, sudah menutup pengelihatan manusia dari masa depan. Sehingga semuanya layak untuk diperjuangkan.
7 milyar manusia, di pot yang berbeda.
7 milyar manusia, diairi di waktu yang berbeda.
7 milyar manusia, kita yang menentukan arah.
7 milyar manusia. Tetap 1 yang harus kita jaga......
Sosis so nice. #notsponsored
makasih sharingnya :D
BalasHapusSuka sama kalimat " Terimakasih Tuhan, sudah menutup pengelihatan manusia dari masa depan. Sehingga semuanya layak untuk diperjuangkan." :D
Eaaaa uda bisa ngalahin Tere Liye belum aku? hehehe
HapusNahlaaa tumben kamu puitis hihi. Tapi bagus. Aku suka kata-katanya ^^
BalasHapusTerimakasih banyak yaaa
HapusNgulang baca beberapa kali buat meresapi. Akoooh jatuh cintahhh sama puisinya hahahah apalagi yg bagian "karena yang menjadi rahasia ilahi selalu seru seperti membuka kotak sepatu yang baru dibeli." puitis banget lah yaaa, meskipun sepatu yang baru dibeli gw udah tau isinya apaan. Lol.
BalasHapusNahhhh itu dia, uda tau isinya tapi tetep senang kan pas dibuka? :D
HapusWaah.. Nahla hebat, kreatif 😜
BalasHapusTransedental.
HapusApakah ini Nahla yang biasa saya kenal? :D. Postingan ini beda banget gaya nulisnya. Terimakasih, sangat menginspirasi :)
BalasHapusAku seperti yang dulu huuuu
HapusKenapa sosis so nice?
BalasHapusNAHHHH disitu seninya.
HapusBagus banget tulisannya. Kerennnnn...
BalasHapusMerinding.....
BalasHapusbagus deh, nahla. btw, saya pernah juga nulis dengan ide hampir sama di http://phirlyv.blogspot.co.id/2016/04/when-im-thinking-about-life-and-destiny.html tapi kok hasilnya nggak bisa se-greget tulisan kamu ya??
BalasHapusbarusan kali ini baca tulisan Mba Nahla yang gak ada kata "lo-gua" di dalamnya :)
BalasHapustapi tetap keren euy *jempol*
wih tulisannya, warbiyasa mak
BalasHapusDuh Nahlaaa, seriusan aku kagak ngerti mau komeng apa. Nih tulisan emang renungan banget deh. :)) Serba bisa ya kamu, banyol iya, bikin haru iya.
BalasHapus