Kalau kalian follow Instagram gue, kalian pasti ngeliat posting gue yang terbaru: Gurame Asam Manis.
Oh, dengan caption "Pamer Material" dong, lengkap dengan hashtag #foodporn segala macem.
Nahla mah anaknya gitu.
"Kok sombong?"
Kok sombong? KARENA GUE GAK BISA MASAK.
Damn, gue masak nasi goreng aja kadang minyaknya kebanyakan, bawangnya pait.
Jadi ketika gue berhasil meng-execute masakan sekaliber gurame asam manis mah gua pasti pamer lah, wong itu makanannya susah dan ribet pisan untuk emak cemen macem gue. Biarin lah katain aja gue pamer, makan omongan sendiri, gak papalah gue pamer,
itung-itung pencitraan.
Jadi, kemaren gue nginep di rumah sendiri (biasanya nginep di rumah mertua atau rumah nyokap), bertiga sama suami dan anak, lalu gue sok-sokan minta diajarin makanan yang ribet biar ada kemajuan gitu sebagai ibu rumah tangga.
**Buat yang belum tau, Brian itu jago masak, dia pernah mengenyam pendidikan kuliner selama 1.5 tahun**
"Yang, ajarin aku masak yang ribet-ribet dong"
Yaudah, akhirnya dia mengusulkan untuk masak gurame goreng. Maksudnya gue yang masak, dia yang ngasihtau langkah-langkahnya dari jauh.
Lalu kami memutuskan untuk belanja di Pasar Modern, dengan segala skill menawar sambil gendong anak, akhirnya kami menghabiskan kurleb 120.000an. Glek.
Lalu habis itu gue memasak, teorinya sih sebenernya mudah: Buat saos, goreng gurame, tuangin dah ke saosnya.
Dan sejauh ini, beginilah hasilnya:
Keren ya? Cantik ya?! Wuih sok atuh tepokin dulu *plok plok plok*
Hoanjir kampung pisan.
Ya, itulah masakan gue, yang kurang lebih Instagram-able, pamer-able, bisa ditaro di portfolio kali aja ada yang mau bikin buku tentang gue.
Seperti yang gue bilang, teorinya sih mudah, tapi ternyata ribet loh. Yang bikin ribet itu preparationnya.
Preparation itu kayak motong-motong nanas, bawang, paprika, jahe, ngerendem asem jawa dan tetek bengek yang kecil-kecil tapi membutuhkan banyak sekali waktu dan kesabaran. Proses ini aja bisa 20 menit sendiri (maklum cemen).
Tidak sampai situ, gue harus membersihkan ikan: Mengaliri di wastafel, mencuci insang-insang dalem yang kadang suka tajem, lalu mem-fillet ikan.
Filletpun ternyata susah, potong sana dulu, potong sini dulu, potong itu, lalu digosrek-gosrek pisaunya sampai dagingnya lepas dengan indah, belum lagi kalau pisaunya gak tajem dan bikin stress. Lalu harus di marinade dulu selama 15 menitan.
Tidak sampai situ, harus dicemplungin tepung, cemplungin telor, balik lagi ke tepung, baru goreng. Dan proses ini lebih lama dan
monoton dari yang lu bayangkan.
Walah pokoknya usaha banget.
Gak main-main, gue membutuhkan waktu selama 1.5 jam untuk buat menu ini.
Apalagi ditutup dengan quotesnya Brian,
"Kurang seasoning"
Teeettt huououououououowwwwwwww, bodo amat dah yang penting Instagram-able.
Random thoughts: Brian harus jadi juri Masterchef. Gantiin Matteo. Yang sebenarnya adalah pembalap motor. Bukan. Chef.
dan GAK SAMPAI SITU, suasana kitchen pun riot dan chaos sekali
Dengan segala tepung-tepungan
Dengan perjuangan segini banyakpun, makanan gue tetep gak enak-enak banget. Perjuangan gue selama 1.5 jam itu gak terlalu terbayar seperti yang diperkirakan.
Melihat hal kayak gini, gue jadi inget semua restoran yang gue nyek-nyek-in (baca: kata-katain) di blog gue yang lama, gue sering berkomentar pedas dan seringkali mengatakan bahwa restoran ini gak worth it, overpriced, etc etc
Dan guepun juga pernah bilang bahwa macaroon di TWG itu gak enak.
Gue jadi merasa bahwa gue gak adil kalau sembarangan mengatakan opini yang 'miring' tentang sebuah restoran, padahal gue gak tau perjuangan mereka seperti apa untuk membuat satu piring yang akhirnya gue kata-katain itu.
Gue gak tau seberapa ribet mereka membuat makanan yang gue beri opini berdasarkan pikiran simple gue.
Gue gak tau kalau ternyata makanan itu dibuat 20 menitan untuk gue habiskan hanya dengan 5 menit.
Dengan pengalaman kemarin, gue paham bahwa gue gak boleh sembarang melempar opini jelek terhadap sesuatu, karena bisa saja sesuatu tsb melewati proses sulit yang gak bisa dibayangkan.
Dan gue juga paham bahwa, dibalik keindahan, ada tepung yang berserakan.
Dibalik keindahan, ada sesuatu yang harus diberantakin.
Dibalik keindahan, ada usaha ekstra.
Dan ternyata, ini bukan hanya terjadi pada gurame gue doang.
Ini bisa diterapkan di segala objek.
Seperti wanita.
Wanita, mengaku atau tidak, selalu dilihat dari luarnya saja.
Betul?
Semua orang ingin kelak istrinya menjadi cantik, ketika punya anak akan tetap langsing.
Semua orang ingin memiliki satu teman cantik yang bisa diajak foto bareng, untuk meningkatkan status.
Semua orang ingin memiliki anak cantik yang bisa dibanggakan kala pertemuan keluarga.
Betul?
Dan boom, munculah cewek cantik ini.
Cewek dengan make up sempurna, badan bagus serta berlenggak-lenggok dengan high-heels dibalut pakaian berkelas.
Ketika melihat cewek ini, cewek lain bisa aja nyinyirin, "Ih gak natural, norak banget kayak tante-tante", sembari dalam hati mengagungkan diri sendiri, "Mendingan gue, natural, baju sederhana, gak neko-neko". Yang kayak gini juga termasuk sombong, betul? Sombong atas kesederhanaannya.
Cewek ini terlalu gorgeous, sangat membanggakan jika digandeng, dan sepertinya dunia berputar di sekelilingnya.
Namun dibalik sempurnanya makeupnya, terdapat meja rias yang berserakan tube-tube lipstick, bulu mata berceceran, lemari berantakan karena sibuk mencari baju yang cocok, rambut rontok di lantai karena keseringan di curl, dan tidak jarang kaki yang lecet akibat sering memakai high-heels. Oh, jangan lupa wajah kucel di gym demi menjaga bentuk badan.
Dan semua itu, believe me, gak mudah.
Untuk menjadi cantik itu gak mudah, setidaknya butuh modal berupa ketelatenan DAN financial. \DUID.
Si cewek ini nasibnya sama aja kayak gurame goreng yang gue buat; udah capek-capek dandan, total butuh 1.5 jam, uang bulanan fitness 300rb, belajar fashion, udah cantik, tetep aja dinyinyirin sama cewek-cewek lain yang usaha dress-up aja nggak ada.
Kan kampret.
Makanya, banyak orang yang visual oriented, yang artinya berorientasi pada apa yang orang itu lihat.
Awalnya, gue antipati sama orang yang visual oriented ini, tapi lama-lama gue ngerti, bahwa orang ini menghargai jerih payah orang lain yang berusaha tampil maksimal.
Believe me, untuk menjadi lebih cantik itu susah.
Ya, okelah kalau lu gak suka cewek bermake-up, yang kata lu "gak natural"
Sekarang gue kasih contoh, cewek natural no make-up yang cantik banget idaman cowok-cowok banyak maunya
Miyake
Cantik banget walau no make up, pasti orang-orang yang gak ngerti mikirnya cewe ini udah cantik natural, gak usah perawatan dan gak neko-neko, kan?
Salah.
Jangan egois.
LEBIH MUDAH jadi cewek cantik karena make-up
dibanding cantik natural!!
KENAPA? Karena dibalik cantiknya dia, ada biaya yang gak sedikit, no-no, harga mah gak bohong:
-HARUS CANTIK DARI SONONYA.
-Kalau udah cantik, tunjang lagi sama plastic surgery. Bayangin deh, si Miyake ini udah cantik tambah oplas, ya makin menjadi-jadi lah cantiknya
-Gym
-Eyebrow extension
-Lash extension
-Biaya laser wajah
-Skincare wajah yang kalau ditotal bisa sampai 3 juta
-Baju bagus
-PERAWATAN RAMBUT
-dkk dkk dkk
Kalau cantik make-up itu mahal, cantik natural itu LEBIH MAHAL LAGI. Makanya lebih banyak cewek pake make-up.
Jangan polosan banget dong, pake bilang kalau cewek cantik natural itu bener-bener 'natural' alias gak ngapa-ngapain.
Kecuali emang jenis wajahnya bagus, gak ada masalah kulit. Tapi kasus ini lumayan sedikit loh di kalangan wanita.
Yang mukanya jerawatan aja usahanya udah gila-gilaan, eh masih aja diejek.
Yang penting tuh pake baju yang rapih, jangan keseringan pakai kaos sama jeans untuk ketemu sama orang, merawat diri, berperilaku dengan anggun, karena itu bentuk dari menghargai orang lain.
Makeup lah dikit-dikit, untuk yang syar'i kan emang gak boleh tabarruj (berhias diri), tapi make-up juga gak selamanya untuk berhias diri lho.
Contohnya, bisa pakai concealer untuk menyamarkan lingkran hitam bawah mata, menyamarkan bekas jerawat agar orang gak merasa terganggu, pakai lip balm dikit agar gak pucat, tapi kalau bibirnya emang udah merah sih gak usah. Makeup ini lebih ke kayak me'normal'kan diri daripada mempercantik diri. Lu gak akan terlihat lebih cantik dengan teknik ini kalau emang dasarnya gak cantik, tapi lu akan terlihat lebih segar dan menghargai lawan bicara dengan menghilangkan ekspresi ngantuk dan lelah dengan concealer.
Tapi ya tergantung kepercayaan masing-masing sih.
Ko dari gurame jadi ke make up sih? Jaka sembung bawa golok.