Kemaren, tanggal 30 oktober 2014 jam 22.24, ada member baru di keluarga gue. Ya, itulah anak gue. Gue, yang umur 20 aja belom. Gue, yang tidur aja masih ngeces. Gue, yang masak telor aja masih gosong.
**
Pagi pada hari Kamis, gue emang ada jadwal kontrol ke dokter buat periksa rutin biasa (USG, dkk). Suami gue waktu itu lagi di bogor, jadi gue sama nyokap. Gue kontrol di RS. Eka Hospital yang sangat-sangat pro ASI dan pro persalinan normal, reviewnya nyusul yah.
Nah, saat gue menunggu dipanggil, gue menyempatkan diri buat pipiz. Piz. Piz.
Lalu saat gue mengeringkan dengan tissue, lho kok ada bercak darah.
Cuman gue biasa aja, gue pikir cuman lecet.
Lalu gue dipanggil buat ukur BB dan tensi, bidannya bilang gini...
"Udah 38-39 minggu ya bu?"
Trus gue baru inget.... "Oh iya..." dan gelisah,
kenapa ya gue belum ngelahirin juga?
Jujur aja, gue rada parno sih, soalnya banyak kasus ibu-ibu yang harus caesar karena bayinya gak lahir-lahir. Gue sih gak papa kalau caesar, ATM gue yang gak mampu. Aduhai cyin, 2xjeti emang muncul tiba-tiba?
Lalu gue cerita ttg bercak darah itu ke Obsgyn gue, Dr. Merry. Trus secara random, si dokter memutuskan memeriksa bagian dalem gue, sambil bercanda "Jangan-jangan udah bukaan, hahahah!"
Anjir, beneran udah bukaan.
"Wah udah bukaan 2...". Gue poker face, se poker face-poker face nya. Gila. Serius?
"Sekarang masuk rawat inap ya..." Ok.
"Nanti di ruang bersalin ya.." He eh.
"Maghrib semoga udah lahir." Ok.
APAH?!
"Maghrib ini dok?", tanya gue.
"Iya..."
Gua kira maghrib besok. Yakali sih, bukaan 2 masa melahirkannya besok?
Oke, hal itu cukup membuat gue melupakan hari, dompet, dan semua-muanya. Yang gue inget cuman: harus beli pulsa buat ngisi quota internet, biar bisa #liveupdate di LINE.
Emak macam apa gue?
Dan parahnya, gue serius.
Lalu gue digiring ke ruang bersalin, gue belum sempet telpon suami gue. Tapi untung ada nyogab yang nelponin suami gue. Alhasil, dia buru-buru pulang untuk ambil baju dan menyusul gue ke ruang bersalin.
Akhirnya gue ganti baju, saat itu masih jam 12 siang.
Dan akhirnya suami gue datang... dia mendatangi gue dengan kemeja kotak-kotak lengan pendek, dan keringat di wajah hasil dari mencari rezeki. ia langsung memeluk gue dan duduk di sebelah gue.
"Hehe.. aku udah mau melahirkan lho.."
"Iya...", katanya sambil tersenyum seperti anak kecil.
"Ayo ceritakan sesuatu yang menyenangkan..."
"Baik. Jadi... suatu hari ada kancil, kancil ini sedang bekerja. Si kancil punya istri, istrinya lagi hamil...
Laluu akhirnya si kancil pulang sambil membawa buah untuk istrinya, eeehh.. istrinya melahirkan"
"Waah... ceritanya bagus", dan dia memeluk gue.
Tiba-tiba punggungnya sesunggukan, dia mengeratkan pelukannya dan membenamkan wajahnya di pundak gue. Gue merasa pundak gue basah.
"Maafkan aku... karena tidak ada di sebelah kamu tadi... maafkan aku..", matanya memerah. Kemeja sederhananya semakin mempesona karena aku membenamkan wajahku di pundaknya juga.
"Aku akan menemanimu dari sekarang.." lanjutnya.
Akhirnya gue nunggu di ruang bersalin, jam 4 udah bukaan 4, dst.
Bukaan 4: Gue masih gak merasa sakit, masih santai banget.
Bukaan 5, jam 6 sore: Udah mulai kontraksi 5 menit sekali, tapi kontraksinya cuman beberapa detik. Dan itupun masih bisa gue tahan. Gue masih senyum-senyum, gue masih selfie #beforelabor.
Bukaan 6.5 jam setengah 7 malam: Ketuban gue dipecahin pakai alat kayak tongkat besi panjang.
Bukaan 7 jam setengah 8 malam:Muka gue udah gak jelas airnya gimana. Gue gak bisa menunjukkan ekspresi apa-apa, ditanya juga gak bisa jawab, anjir gelax sakit anedh qaqa ucedh deh. Di ruang bersalin cuma ada suami sama nyokap gue, yang memberikan gue dukungan moril berupa peluk-peluk dan pijitan. Gue gak bisa ngomong apa-apa, selain karena terharu, ya emang gue lagi gak bisa ngomong apa-apa.
Ini kok lebih kayak mau ngeluarin jin ya
Bukaan 9,5 - 10, jam setengah 10 malam: Alamak buset, itu sakitnya kayak mau keluarin semangka (emang bentuknya kayak semangka sih). Kalau didekripsiin tuh, kayak keluarin pup sebesar semangka, cuman keras dan gak keluar-keluar. Gue udah ngejan dengan berbagai pose:
Pose yang diatas ini...........................
Sakit banget sih bro. Cuman gue gak nangis, gak teriak, cuman ber-mimik ngeden aja..
Dipikir-pikir, gue super juga ya. Cuman belom sampe ke tahap Golden Ways sih.
Gue ditemani 1 dokter kandungan gue, dan 4 bidan.
Saat melahirkan, jam 10 malam:
Gue udah disuruh ngeden serius, setiap ngeden, bidan-bidan menghitung 10 detik.
"Tarik napasssss..... Tahan, dorong kuat-kuat, mata melihat ke perut, kaki di rangkul... 1.. 2.. 3....... 10!", itu di ruangan udah kayak pertandingan olahraga.
Gue udah ngeden berkali-kali. Padahal kalau gue baca kisah melahirkan di internet, biasanya ibu-ibu hanya mengeden 2-3x.
Gue udah ngeden berkali-kali. Padahal kalau gue baca kisah melahirkan di internet, biasanya ibu-ibu hanya mengeden 2-3x.
Dan rasa sakit gue cuman bertahan 10 detik doang, sesudah itu hilang.
Suntikan induksi untuk merangsang rasa sakitpun dinaikkan, dari 20, perlahan naik sampai ke 100, tetep kontraksi gue pendek-pendek dan gak begitu kuat.
"Ayo ibu.. kepalanya udah keliatan!"
But i'm so sorry, gue udah gak kuat, gue udah 'ngantuk', gue lemes, gak ada tenaga. Gue cuma ngejan sebisa gue, dengan kontraksi seadanya dan rasa sakit yang belom bisa membuat gue menjerit-jerit kayak di sinetron.
Gue kerap bertanya ke dokter..
"Kenapa ya Dok? Kok lama ya? Apa ini normal?"
Sambil kedua kaki gue dipegangin suster untuk ngeden.
Gue kerap bertanya ke dokter..
"Kenapa ya Dok? Kok lama ya? Apa ini normal?"
Sambil kedua kaki gue dipegangin suster untuk ngeden.
Dokter udah geleng-geleng kepala, dan memanggil suami gue..
"Pak, ini harus di vacuum" katanya.
"Apa ada konsekuensinya, Dok"
"Palingan kepalanya agak lonjong... Kalau setuju, nanti ada dokumen yang harus di tanda tangani"
Gue udah au amat bodo yang penting anak gue lahir.
Akhirnya kami setuju buat di vacuum, dan akhirnya..
***BAGIAN INI MENGANDUNG KONTEN YANG MUNGKIN MEMBUAT ANDA TIDAK NYAMAN***
Dokter menggunting daerah perineum gue (Googling!), dan meraih kepala anak bayi gue di dalam dengan kedua tangannya, memajukannya sedikit ke luar. Gue udah ngeliat baju dokter bersimbah darah.
Lalu Dokter menggunakan alat seperti vacuum, kali ini instruksinya lain.
"Rileks ya, gak usah ngejan. Kalau masih mau ngejan sih gak papa, cuman gak usah"
Akhirnya dengan 2x vacuum, ada sebuah makhluk slimy yang keluar. Kejadian ini cepet banget, kayak "Syuut". Rasanya kayak ngeluarin cumi-cumi besar dari perut (Perumpamaannya ngarang sih, soalnya gue juga gak tau gimana rasanya ngeluarin cumi dari perut).
Alhamdulillah, bayi gue lahir.... Bentuknya kecil, licin, kayak ikan.
Suami gue nangis, sambil menelpon mamanya... "Bayinya sudah lahir..."
Gue udah... Gak merhatiin lagi, gue hampir gak sadar, ngantuk...
Lalu dokter memberikan bayi ini ke gue, gue menyentuhnya, masih bersimbah darah.
Lalu bayi gue dimandiin di ruang sebelah.
Ternyataaa... bayi gue susah keluar saar ngeden itu disebabkan oleh tali pusar yang pendek. Jadi seberapapun kuat ngeden gue, gak bakal keluar karena tali pusernya pendek.
Ternyataaa... bayi gue susah keluar saar ngeden itu disebabkan oleh tali pusar yang pendek. Jadi seberapapun kuat ngeden gue, gak bakal keluar karena tali pusernya pendek.
Nah, ini bagian paling sakitnya. Dijait.
Kalo dibandingin sama melahirkannya, ini sukses bikin gue teriak-teriak. Gak kenceng sih, cuman "Aduuhhhh!!". Beda kayak pas melahirkan, dimana gue mendadak 'silent mode'.
Sakitnya? Alamakjan aduhai mak buset deh hastagah.
Bayangin aja, jalan lahir dijait. Aduhai buset. Sakitnyaaaa....
Dijaitnya berlapis-lapis, dari bagian dalam, sampai bagian kulit luar. Gue terus bertanya ke dokter
"Apa sudah selesai?"
"Apa sudah?"
"Sakit dok....."
Ditengah-tengah moment jait-menjait, gue mendengar suami gue meng-adzani bayi di ruangan sebelah, bayi gue lagi dimandiin.
Habis itu, gue menjalani IMD (Inisiasi Menyusui Dini), jadi bayi gue ditaro di dada, lalu dia mencari dan menyusui tanpa harus gue arahin.
Gue udah gak punya tenaga buat terharu lagi, gue teler, ngantuk, sampe diingetin sama bidannya, "Jangan tidur!"
"Jangan tidur! Nanti kamu 'lewat'" Gue kira bidannya mau ngomong gitu, taunya
"Jangan tidur! Nanti bayinya jatoh!" Okedeh.
Dan pada akhirnya, bayi gue cuman numpang bobok di dada aja. Gak mencari puting. Jadi gue dan bayi sama-sama bobo pas IMD.
Ah emang dasar keturunan tukang molor.
Lalu gue membicarakan nama panjang anak dengan suami gue. Iya, sesudah melahirkan baru ngomongin perkara nama -_-
"Ayo kritis sama aku. If you don't like it, say it", kata gue.
"Ayo kritis sama aku. If you don't like it, say it", kata gue.
Satu persatu keluarga gue datengin gue di ruang bersalin, cuman gue udah gak ngeh.
Dan gue diobservasi (baca: dianggurin) selama 2 jam di ruang bersalin, karena ada pasien lain yg kondisinya maha gawat.
Kenapa gue teler? Oh, ternyata karena pendarahan gue lumayan banyak.
Welcome to the world, Arkani Mavica Sadela.
3,080 kg
50 cm
Perempuan.
Welcome to the world, Arkani Mavica Sadela.
3,080 kg
50 cm
Perempuan.
Putih banget ya? :)
Sekarang mah dia gosong gara-gara disuruh dijemur 30 menit. 30 MENIT LU BAYANGIN.
***
Q&A
Sakit gak melahirkan?
Sakit banget, karena pas ngejan, mulesnya menekan perut dengan sangat kuat. Cuman di gue, lebih sakit pas dijahit. Mungkin ini sakit yang paling sakit di hidup gue, walaupun gak membuat gue menjerit. Seumur hidup, gue menjerit hanya karena dua hal: Menangis sedih, dan cabut gigi.
Berapa biaya melahirkan?
Di brosurnya, kamar VIP persalinan normal mencapai harga 12,5jt. Tapi karena gue ambil paket macem-macem seperti screening, biaya dokter, dan segala tetek bengek lainnya, gue merogoh kocek sebanyak 20,5jt.
Mahal ya? Tapi service dan semuamuanya itu menyenangkan. Perfect buat ibu-ibu yang ingin dipuji-puji habis melahirkan.
Eka Hospital sangat memperhatikan kondisi psikologis ibu.
Dan di Eka, ada beberapa proses screening untuk mendeteksi kelainan hormon, dkk. Di rumah sakit lain belum tentu ada lho.. Kalau kata Dr. Aman Pulungan:
"Dia Amerika dilakukan 30 screening, di Singapore dilakukan 10 screening, di Indonesia? Berdoa saja.", gitu masa.
Lah, emang situ mau di rumah sakit murah, taunya anaknya mengalami kelainan hormon yang telat disadari dan ditindak gara-gara gak di screening?
Tapi ya emang mahal sih, ck.
Jadi, mau nambah anak lagi gak?
Belom ya. Gue masih agak terngiang-ngiang rasa sakit pas dijait, dan pemberian ASI yang bersimbah darah, meriang, panas-dingin cekat-cekot. Nanti dulu deh ya..... Sakit cin.
"Dia Amerika dilakukan 30 screening, di Singapore dilakukan 10 screening, di Indonesia? Berdoa saja.", gitu masa.
Lah, emang situ mau di rumah sakit murah, taunya anaknya mengalami kelainan hormon yang telat disadari dan ditindak gara-gara gak di screening?
Tapi ya emang mahal sih, ck.
Jadi, mau nambah anak lagi gak?
Belom ya. Gue masih agak terngiang-ngiang rasa sakit pas dijait, dan pemberian ASI yang bersimbah darah, meriang, panas-dingin cekat-cekot. Nanti dulu deh ya..... Sakit cin.